Selasa, 24 Maret 2020

Cocote Tonggo VS Positive Vibes

Suatu hari saya telfon ibu saya yang kabarnya baru saja kedapetan giliran mengadakan yasinan ibu-ibu pengajian. Ketika saya telfon beliau menjelaskan bahwa acara tersebut berjalan dengan lancar. Akan tetapi ada yang mengganjal hati ibu saya, bahwa ternyata ketika 1 minggu lalu sudah boking tanggal tapi ternyata bertepatan dengan pawainya Habib di jam dan hari yang salam. Terceletuklah dari beberapa orang mengatakan 1 hari sebelumnya untuk mengundur acara yasinan ibu-ibu di hari minggu. Karna ingin mengikuti dan melihat pawai Habib. Sontak ibu saya kagetnya bukan kepalang, beliau mengatakan bahwa snack box sudah dipesan 100 dus, pastel 100 dan lain-lainnya. Dengan congkak dan angkuhnya orang-orang tersebut mengatakan dengan paksa untuk mengundur acara tersebut. Hingga mulailah ia bergerak dari satu rumah ke rumah lain untuk merubah jadual yang mulanya jumat sore menjadi minggu sore. Sepanjang perjalanan ibu saya hanya beristighfar dan mmeminta rahmat dari Allah.

Akhirnya, Jumat pagi ibu saya berinisiatif untuk memberitahu panitia pusat perihal acaranya. Karna semua kebutuhan konsumsi sudah di pesan dan disiapkan. Dan akhirnya panitia pusatpun bergerak dan memberikan info bahwa acara yasinan tetap di laksanakan sesuai hari dan waktunya. Tidak masalah jika ada yang berhalangan hadir untuk mengikuti pawai karna konsumsi akan tetap didistribusikan. Tibalah sore hari, semua berjalan dengan lancar dan khidmat. Terlepas pro kontra perihal yasinan, saya dan suami pilih yang tidak ambil pusing masalah yasinan. Di undang ayo ikut, kalau sesekali ngadain juga tidak apa-apa. 

Ketika kita mau berkembang jadi pribadi yang lebih baik, ingin maju di banding yang lain, mau untuk menjadi besar, maka sebisa mungkin untuk kita mengangkat orang lain juga. Bukan malah saling menjatuhkan untuk menjadi hebat. Karna kehebatan yang hakiki adalah dengan menghantarkan orang lain pada sebuah kesuksesan. Sungguh sengsara jika kita besar, kita sukses, kita terlihat baik tetapi karna hasil menghancurkan dan menjatuhkan orang lain. Maka semua itu sia-sia. Yang kita dapat adalah rasa bersalah karna sudah merugikan orang lain. Maka kebiasaan buruk itu tidak boleh kita pelihara, apalagi menganggap habbit terseebut benar dan baik. Padahal yang bisa menilai adalah orang lain, bukan diri kita sendiri. Maka jika penilaian itu di labelkan pada diri kita, sungguh semua akan benar semua akan menjadi sempurna. Maka penilian terbaik dan jujur itu adalah dari orang lain.

Maka teorinya benar, saudara rasa orang lain. Orang lain rasa saudara. Tak jarang saudara hanya sebagai cover saja karna ada hubngan darah dari kakek atau nenek, tetapi sikapnya dan perilakunya tidak mencerminkan simpati dan empati. Bahkan lebih sering berwajah lain. Sangat banyak bahkan, orang lain, entah kenal dimana, dekat sehingga membuat kami laksana saudara. Ternyata manusia hidup itu bukan soal peduli akan harta dan tahta, lebih dari itu yang paling utama adalah simpati dan empati terhadap sesama. Benar saja yang selalu saya katakana kepada adik-adik saya, hiduplah mandiri tanpa harus bergantung pada siapapun. Pada orang tua sekalipun, tidak ada sandaran yang terbaik selain Allah SWT. Tidak ada perlakuan terbaik selain kasih saying dari Allah semata, dan tidak ada kekuatan selain kekuatan yang di berikan Allah kepada kita sepenuhnya.

Jika ingin orang lain berbuat baik, maka berbuat baiklah terlebih dahulu.

Jika ingin di sayangi, maka sayangilah orang lain terlebih dahulu.

Jika ingin besar, maka besarkanlah orang lain terlebih dahulu

WE RISE By LIFTING OTHERS

Writter : Retno Astiningrum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar