Senin, 23 Maret 2020

Banyak perbedaan dengan pasangan? Justru itu yang TERBAIK !


Kecocokan tidak harus sama, tidak harus sepadan. Kecocokan bisa terbangun dari 2 hal yang berbeda. Dengan mengkombinasikan masing-masing kelebihan dan kekurangan dari keduanya. Begitupun pasangan suami istri, yang notabenenya bisa jadi dari kebiasaan keluarga yang berbeda, dari suku yang berbeda, dari pola pikir yang berbeda, dan kebiasaan hidup yang berbeda. Tak jarang pasutri muda lebih fokus pada kekurangan pasangan dari pada kelebihanya. Padahal kalau kita fokus pada kelebihan maka kekurangan itu semakin hari semakin ertutupi bahkan bisa jadi hilang di pandangan kita. Kalau pun muncul, maka kita akan menganggap itu sebuah hal yang lumrah. Yang dengan mudah kita menerimanya dan berusaha untuk memperbaiki bersama-sama.

Dari segi social, saya dan suami berbeda. Saya cenderung lebih introvert dan suami yang dengan extrovertnya bisa terlihat. Menjadi pemahaman yang keliru pada kebanyakan orang yang tidak paham tentang ini, sehingga menjadikan orang introvert sebagai bahan omongan karna pendiamnya itu. Padahal semua baik-baik saja baik introvert ataupun extrovert. Dia akan berkembang sesuai bidang dan kelebihannya masing-masing. Tapi tidak lantas menjadikan saya dan suami bahan perbedaan. Karna kami sama-sama tau bagaimana menghadapinya. Suami tau di saat saya sudah lama bersosialisasi, maka saya membuthkan waktu sendiri untuk mencharge tenaga kembali. Begitupun suami ketika sudah lama istirahat di rumah maka ke kantor atau bertemu dengan teman-temannya membuat ia mencharge semangat kembali. Jadi, tidak ada yang bermasalah.

Dari segi sikap, saya dan suamipun berbeda. Saya lebih kepada sifat koleris dan suami cenderung melankolis. Pantas saja suami itu orangnya sangat perasa sekali. Maka mengobati dan menyenangkannya juga dengan perasaan. Memberikan kenyamanan yang berpusat pada perasaan. Maka saya yang lebih cenderung ke koleris, Jiwa leadershipnya sangat dominan, mempengaruhi orang lain dengan kata-kata sangat mudah. Maka saya harus menekan jiwa leadership saya ketika saya di rumah. Maka yang berhak memimpin dan memberi keputusan itu adalah suami. Karna kalau leadershipnya saya langkahi bisa gawat hehe. Maka suami istri harus sama-sama seperti timbangan, ketika cawan yang lain beratnya rendah, maka kita tambahkan agar sama dan sejajar timbangannya. Begitupun sebaliknya. Karna yang saling melengkapi itu indah.

Dari segi belajar, saya dan suami itu sangat berbeda jauh. Suami type thinking (pemikir), dan saya lebih kepada type intuiting (kreatif, menghayal). Ketika saya di suguhkan dengan buku-buku berat dan tebal saya lebih pilih untuk mundur. Dan mencari referensi di youtube yang secara visual mudah di pahami. Dan akhirnya inipun berpengaruh pada cara menulis kami. Suami menulis dengan tulisan yang sangat terstruktur dan rapih dengan segudang referensi yang tepat dan sesuai. Saya lebih suka menulis dengan gaya santai dan out of the box. Agar mudah di baca dan di pahami oleh orang-orang yang minat bacanya sesuai dengan saya. Akan tetapi, lantas tidak menjadikan ini sebuah bahan untuk bercekcok ria dengan pasangan. Justru menguatkan dan memberikan peluang untuk sama-sama belajar dan bertumbuh sesuai  kenyamanan kepribadian masing-masing.
Berbeda boleh, tapi jangan jadikan itu sebuah perpecahan. Justru jadikan itu sebagai perekat.

“Sudahkah anda toleransi hari ini?”

Writter : Retno Astiningrum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar